Eksotika Wisata Vulkano
(Sensasi Mengunjungi Gunung Merapi Krakatau)
Lampung Daerah di ujung Sumatera ini menawarkan banyak
kawasan yang menarik dan unik. Dari sekian banyak objek wisata alam, Gunung
Krakatau merupakan wisata andalan.
Lampung boleh jadi alternatif baru liburan
menarik. Potensi wisata provinsi ini sebenarnya cukup banyak, sayang belum
banyak orang yang tahu. Bagi warga Jakarta yang mungkin cukup sering ke Pantai
Anyer atau Pantai Carita, wisata alam Lampung patut dicoba. Pantai Kalianda atau
Pasir Putih di Lampung tak kalah indah dengan Pantai Anyer atau Carita. Selain
dekat dari Jakarta, Lampung punya banyak objek wisata alam.
Perjalanan ke Lampung dapat ditempuh lewat
tol menuju Pelabuhan Merak, Banten. Rute lalu diteruskan dengan kapal feri
untuk menyeberangi Selat Sunda menuju Bakauheni. Dari Jakarta, Pelabuhan Merak
bisa dicapai dalam waktu satu jam atau satu jam 15 menit. Di Merak, ada kapal
cepat ke Bakauheni yang berlayar sekitar 45 menit. Lampung juga tergolong mudah
ditempuh dengan mobil pribadi. Penyeberangan dengan kapal feri bisa ditempuh
dalam waktu dua jam. Jika ingin lebih cepat, Lampung juga bisa ditempuh lewat
jalur udara. Beberapa maskapai penerbangan melayani rute
Jakarta-Lampung-Jakarta. Jarak tempuh Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, ke
Bandara Radin Inten (Lampung) hanya sekitar 20 menit.
Ada banyak objek wisata di Kota Bandar
Lampung. Kota tersebut cukup strategis bagi wisatawan yang ingin mengunjungi
berbagai objek wisata. Bandar Lampung bisa ditempuh dalam waktu 1,5 jam dari
Bakauheni atau 30 menit dari Bandar Udara Radin Inten. Dari Bandar Lampung,
wisatawan dapat menjangkau beragam objek wisata pantai, budaya, dan alam
pegunungan. Lokasi wisata petualangan di hutan dan sungai, wisata selam dan
memancing, juga mudah ditemukan.
Dari sekian banyak pilihan wisata, Pemprov
Lampung memiliki tiga objek wisata andalan, yakni Kepulauan Gunung Krakatau,
Taman Nasional Way Kambas, dan Bukit Barisan. Tiga objek wisata itu sudah cukup
dikenal dunia. Pada Agustus 2008, Pemprov Lampung bahkan menjadikan Festival
Krakatau XVIII sebagai penanda dimulainya program Visit Lampung 2009. Meskipun
demikian, pada tahun 2008, ada tiga program wisata di Lampung yang masuk agenda
Visit Indonesia Year 2008, yakni Festival Begawi, Festival Teluk Stabas, dan
Festival Way Kambas.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Lampung, M Natsir Ari mengatakan, pemda optimistis target kunjungan
1,2 juta wisatawan domestik dan 24 ribu wisatawan mancanegara dapat tercapai.
Karena itu, pemda akan menggelar beragam acara hiburan, kesenian dan
kebudayaan, sehingga dapat memikat wisatawan.
"Festival ini memang jangka panjang,
tidak hanya Krakatau, tapi setahun penuh ada banyak program dan kegiatan. Nanti
juga akan ada Festival Layang-layang Internasional. Kami ingin memecahkan rekor
layang-layang terbanyak yang diterbangkan bersamaan," katanya.
Kenangan Sejarah
Hingga kini, kedahsyatan letusan Gunung
Krakatau pada 26, 27, dan 28 Agustus 1883, masih terus diingat orang. Di Jl WR
Supratman, Teluk Betung (Taman Dipangga), Pemprov Lampung membangun monumen
peringatan meletusnya Gunung Krakatau pada 1883. Monumen itu dibangun dari
rambu laut seberat setengah ton yang terlempar ke daratan akibat gelombang
tsunami setinggi 30 meter. Konon, letusan hebat itu merenggut nyawa sekitar
36.000 jiwa. Selain itu, letusan Krakatau menenggelamkan Pulau Danan dan Pulau
Perbuatan ke dasar laut. Kini, tinggal Pulau Krakatau Besar (Rakata), Krakatau
Kecil (Panjang), dan Sertung yang tersisa.
Letusan Krakatau yang terletak di Selat
Sunda itu memuntahkan material hingga ketinggian 80 km, volumenya sebanyak
18.000 km kubik. Alhasil, sebagian belahan bumi menjadi gelap gulita. Saat itu,
Kota Bandar Lampung yang masih bernama Teluk Betung, gelap gulita selama tiga
hari berturut-turut. Letusan Krakatau juga menimbulkan gelombang laut, dan
getarannya terasa hingga pantai barat dan utara Benua Australia, pantai
Kepulauan Madagaskar, dan Afrika.
Pada 1927, Krakatau memperlihatkan fenomena
menarik. Tumpukan lava dari kawah Gunung Krakatau muncul ke permukaan laut
dengan ketinggian satu meter dari permukaan laut. Tetapi, makin lama, kawah itu
semakin besar dan bertambah tinggi, hingga akhirnya diberi nama Anak Krakatau.
Hingga kini, Gunung Anak Krakatau masih aktif dan sering meletupkan pasir dan
lava panas. Setiap tahun, ketinggian Gunung Anak Krakatau bertambah,
pelan-pelan membentuk pulau.
Meskipun masih aktif, Gunung Anak Krakatau
sudah dihuni tumbuhan dan biota. Kawasan itu merupakan laboratorium alami untuk
mempelajari pengetahuan alam, geologi, vulkanologi, dan biologi. Wisatawan bisa
mengetahui berbagai gejala alam, seperti proses pembentukan pulau, gunung, dan
hutan. Di pinggir pantai, sekalipun tandus, tumbuh pohon seperti cemara, waru,
ketapang, kangkung laut, dan alang-alang. Perkembangan vegetasi itu, bahkan
terhenti ketika Anak Krakatau meletus pada 1952 dan 1953.
Agak berbeda dari Anak Krakatau, Gunung
Krakatau Besar yang tingginya mencapai 2.000 meter sudah hampir seperti cagar
alam. Di Pulau Krakatau Besar, terdapat tumbuhan kilangir, cemara, dadap,
ketapang, waru, mara, dan cangkudu. Krakatau Kecil (Pulau Panjang), sudah
ditumbuhi kilangir, waru, dadap, dan mara. Sampai kini, di Pulau Krakatau Besar
dan Kecil, wisatawan sering menemukan biawak, tikus, burung raja, udang, ular
sanca, ular dahan, burung troco, kalong, dan burung elang. Tetapi, di Anak
Krakatau, jenis fauna yang mampu bertahan hidup hanya biawak, tikus, dan ular.
Sensasi Gunung Berapi
Untuk menuju Gunung Krakatau, wisatawan
punya banyak pilihan. Dari Bandar Lampung, pengunjung bisa menggunakan bus
jurusan Kalianda, Lampung Selatan, lalu berlanjut ke Desa Canti. Jika langsung
dari Bakauheni, ada juga bus jurusan Kalianda. Dari dermaga Desa Canti,
sejumlah perahu motor nelayan bisa disewa untuk mengunjungi Kepulauan Krakatau.
Waktu perjalanan mencapai 150 menit. Tarifnya sekitar Rp 1,2 juta -Rp 1,5 juta
untuk 20 orang dalam satu perahu.
"Tidak setiap kali datang, Krakatau
bisa meletup meskipun digolongkan aktif. Terkadang ada wisatawan mancanegara
yang sampai menginap beberapa hari, tapi Krakatau tetap tenang. Tidak semua
orang beruntung," ujar Kalyubi, staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Lampung yang mendampingi rombongan 20 duta besar negara sahabat dan pemda yang
berkunjung ke Krakatau pada Agustus lalu.
Jika tak ingin repot, rombongan jumlah besar
bisa memilih paket di Krakatoa Nirwana Resort yang terdapat di Desa Merak
Belantung, Kalianda. Selain tempat tinggal, resor itu juga menyediakan paket
wisata laut, termasuk Krakatau. Paket Krakatau Volcano Trip untuk 10 orang
ditawarkan dengan harga Rp 3,5 juta, termasuk makan siang. Paket lain yang
tersedia, antara lain Sea Island Adventure (Cruise Fishing), Sea Activity
(Canoeing, Snorkeling, Diving dan Fishing), dan Land & Sport Activity
(Volley, Futsal, Biking).
Gunung Anak Krakatau memang dibuka untuk
tujuan objek wisata. Daya tarik Krakatau justru saat kondisi aktif mengeluarkan
asap tebal dan debu vulkanik. Meskipun sudah dibuka untuk tujuan wisata,
pengunjung tetap harus berhati-hati. Wisatawan hanya diperbolehkan berada dalam
radius dua kilometer dari kawah. Bagaimanapun, Anak Krakatau tergolong
berbahaya bagi siapa pun yang mendekati. Terkadang, ada juga kesempatan mendaki
Anak Krakatau. Izin pendakian yang aman hanya diberikan sampai batas lereng.
Pasir hitam dan angin kencang sangat riskan bagi keselamatan pendaki.
Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau biasanya
juga sangat berhati-hati memberikan izin kepada wisatawan yang datang. Karena
itu, wisatawan yang berminat ke kawasan Anak Gunung Krakatau, dipersilakan
berangkat dari Lampung Selatan atau Banten. Pada status waspada seperti Agustus
2008, letupan debu dan kerikil panas Krakatau tentu berbahaya bagi siapa pun.
Tetapi, banyak wisatawan yang justru tertarik dengan sensasi gunung berapi.
Antara takut, tegang, dan senang.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No
85/Kpts-II/1990 Tanggal 26 Februari 1990, Kepulauan Krakatau ditetapkan sebagai
Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau dengan luas 13.735 ha, yakni 11.200 ha
wilayah laut dan 2.535,1 ha wilayah darat, yang dikelola BKSDA II Tanjung
Karang. Sebelumnya, pada 1919, Pulau Sertung, Krakatau Besar, dan Krakatau
Kecil juga sudah ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan SK Gubernur Jenderal
Belanda No 83 Stbl 392 Tanggal 11 Juli 1919 Jo No 7 Stbl 392 Tanggal 5 Januari
1925.
Jika ingin menyelam, panorama bawah laut
Krakatau juga tak kalah menarik. Menurut hasil pengamatan yang dilakukan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung, diketahui Pulau Krakatau Besar
memiliki penyebaran jenis ikan hias yang lebih banyak dibandingkan tiga pulau
lainnya. Apalagi Pulau Anak Krakatau sangat miskin ikan hias. Hal itu
disebabkan suhu perairan sekitar pulau itu terlalu tinggi dan di luar batas
toleransi hidup binatang karang. Keadaan itu dipengaruhi oleh aktivitas magma
dari gunung aktif tersebut.
Perairan Kepulauan Krakatau memiliki
keindahan bawah laut yang eksotik. Di atas kawah purba, penyelam bisa menikmati
pemandangan laut bekas patahan yang memiliki lekukan (drop off). Boleh jadi,
pemandangan kawah gunung bawah air laut itu satu-satunya di dunia. Terkadang,
pada kedalaman 200 meter, penyelam dapat melihat gelembung-gelembung gas metan.
Di bawah laut, banyak ditemui biota laut yang langka, sehingga menjadi
tantangan tersendiri bagi penyelam.
Sarana transportasi wisatawan yang ingin
mengunjungi kawasan taman nasional tersebut. Selain itu, sudah terdapat resor
di Pulau Sebesi yang berada persis di depan Taman Nasional Krakatau. Alternatif
lain pengunjung bisa berangkat dari resor di Kalianda. Kini Pemprov Lampung dan
pihak swasta memang berusaha membangun sektor pariwisata termasuk Krakatau agar
berkembang. Kelak semakin banyak wisatawan yang datang dan paket kunjungan yang
tersedia
Festival Krakatau
Festival
Krakatau ditujukan untuk memperingati peristiwa meletusnya Gunung Krakatau yang
menggemparkan dunia pada 26-27 Agustus 1883 silam, yang terdengar sampai 4500
km dari titik letusan, antara lain di Australia Selatan, Ceylon dan Filipina.
Kini dijadikan momentum bersejarah bagi Provinsi Lampung yaitu untuk mengenalkan
potensi wisatanya.
Festival yang telah digelar sejak
tahun 1991 setiap bulan Agustus ini memiliki makna tersendiri bagi masyarakat
Lampung. Awalnya, festival tersebut merupakan bagian dari upaya masyarakat
Lampung untuk mempertegas posisi Lampung sebagai daerah yang secara langsung
memiliki Gunung Krakatau. Sebab dahulu status Krakatau sempat tak jelas. Kalau
dilihat dari peta kehutanan, Krakatau masuk ke daerah Jawa Barat, tetapi kalau
ditilik dari wilayah administratif, Krakatau masuk dalam bagian Lampung karena
lokasi gunung tersebut tepat berada di Kalianda.
Selain itu, penyelenggaraan Festival
Krakatau ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa Krakatau adalah objek wisata
yang bisa diandalkan untuk menarik wisatawan selain Taman Nasional Way Kambas.
Ada banyak rangkaian kegiatan yang masuk dalam festival ini. Mulai dari
kegiatan pariwisata, pergelaran budaya, olah raga, pameran, tour ke kepulauan
Gunung Krakatau dan masih banyak lagi. Festival ini digelar guna memperingati
dahsyatnya letusan Gunung Krakatau, selain itu juga untuk pengenalan tempat
pariwisata di Lampung yang bertujuan menarik wisataw
No comments:
Post a Comment